Rabu, 25 Februari 2009

"Eko-Engineering" untuk Tanggulangi Longsor

"Eko-Engineering" untuk Tanggulangi Longsor
Oleh : Dr.-ing.Ir.Agus Maryono

Musim hujan yang akan segera berakhir telah meninggalkan berbagai bencana, dari banjir hingga tanah longsor. Kejadiannya merata dari metropolitan Jakarta, sampai ke Kebumen, Demak, Kudus, Bandung, Surabaya, Medan dan Semarang. Disamping banjir yang meminta korban manusia, paskabajir mulai terlihat dampak lain seperti longsoran tebing, baik tebing sungai maupun tebing pada umumnya. Kerusakan tebing akibat erosi banjir perlu segera ditanggani guna menghindari kemungkinan erosi atau longsoran yang lebih hebat pada periode berikutnya........bersambung.....Kompas hal 22, 17 aret 2002

Selasa, 24 Februari 2009

Bendung dan Kelestarian Ikan Sungai

Bendung dan Kelestarian Ikan Sungai
Oleh : Dr -Ing.Ir.Agus Maryono


Ribuan jenis ikan air tawar di Indonesia dewasa ini ditenggarai punah. Masyarakat 20 tahun yang lalu masih melihat banyak sekali populasi ikan air tawar di sungai-sungai sekitar mereka. Saat ini, ikan-ikan itu hampir tidak ada lagi.


Masyarakat biasanya hanya mengklaim bahwa penyebab hilangnya ikan-ikan tersebut adalah pencemaran air sungai yang sedemikian tinggi dan penangkapan ikan yang tidak terkendali.
Masyarakat belum melihat bahwa ada penyebab lain yang juga cukup signifikan, yaitu pembangunan bendung-bendung melintang sungai. Demikian juga konstruksi fisik hidraulis lainnya yang tidak memperhatikan kelestarian berbagai jenis ikan air tawar tersebut.
Pembangunan bendung (weir) di seluruh pelosok Tanah Air, umumnya masih menggunakan konstruksi bendung permanen melintang badan sungai. Akibatnya, seluruh tampang sungai tertutup bendung tersebut. Tipe bendung seperti ini merupakan tipe yang sampai saat ini lazim dibuat diseluruh Indonesia.
Lalu, apa kaitan bendung tersebut dengan kepunahan ikan air tawar yang semakin memprihatinkan? Perlu diketahui bahwa pembangunan bendung melintang sungai ini masih hanya menggunakan pendekatan hidraulis konvensional. Bendung hasil rekayasa seperti ini sama sekali tidak memikirkan sejauh mana dampaknya terhadap fauna air. Dengan adanya bendung melintang sungai, maka segala jenis fauna air, seperti berbagai jenis ikan yang mempunyai karakteristik migrasi dari hulu ke hilir dan sebaliknya, tidak dapat hidup di wilayah sungai yang bersangkutan. Hal itu karena rute migrasi mereka terblokade (terhalang) bendung.
Migrasi seperti dilakukan oleh ikan dan fauna air lainnya untuk menyesuaikan karakteristik psikologinya dengan kondisi sungai. Mereka juga mencari makanan maupun untuk menghindari predator pemangsanya. Populasi ikan yang mempunyai kebiasaan bermigrasi untuk sungai-sungai di Indonesia mencapai sekitar 25-30 persen (Namastra Probosunu, 2003).
Banyak ikan air tawar yang harus meletakkan telurnya dihulu sungai. Karena itu, mereka harus kehulu untuk bertelur. Kemudian mereka kembali ke arah hilir untuk hidup biasa. Setelah menetas, anak-anak ikan tersebut akan kembali ke hilir untuk hidup. Demikian juga sebaliknya, banyak ikan yang mempunyai kebiasaan meletakkan telur dihilir dan hidup di hulu. Contoh klasik untuk ikan-ikan yang bermigrasi adalah ikan salmon, sidat atau belut sungai-laut (M reitaborua), ikan kuweh (C ignobilis), ikan belanak (M chepalus), ikan keting (M nemurus), ikan garing (L sora), ikan kulari (T hispidus), dan masih banyak jenis lainnya (Proceeding ASEHI, 2001).(Kompas Rabu, 23 Juli 2003).........bersambung........